Muhasabah

DS Peduli

Manusia merupakan makhluk yang selalu rentan terhadap kesalahan dan dosa. Bahkan, sulit untuk menemukan seorang pun yang tidak pernah melakukan kesalahan, sekecil apapun kesalahannya, di seluruh dunia ini.

Mulai dari Adam ‘alaihissalam hingga anak cucu dan keturunannya sampai sekarang, manusia akan tetap menjadi tempatnya salah dan lupa. Dalam pepatah arab disebutkan;

الإنسان محل الخطأ والنسيان

Artinya: “Manusia itu adalah tempatnya salah dan lupa”

Dua hal tersebut merupakan kelemahan yang Allah subhanahu wa ta’ala ciptakan untuk manusia. Di samping Allah menciptakan manusia sebagai makhluk sempurna, Allah juga memberikan mereka kelemahan. Dengan kelemahan-kelemahan yang dimiliki oleh manusia itu sangat mungkin mereka untuk berbuat kesalahan. Orang yang baik kata Rasul bukan orang yang tidak pernah berbuat kesalahan, tapi orang yang baik itu adalah orang yang menyadari kesalahannya, lalu menyesali, lantas memohon ampun dan bertobat kepada Allah seraya berjanji tidak akan mengulanginya lagi. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda;

كُلُّ بَنِيْ آدَمَ خَطَّاءٌ وَخَيْرُ الْخَطَّائِيْنَ التَّوَّابُوْنَ (رواه الترميذي)

Artinya: “Setiap anak Adam pasti berbuat salah dan sebaik-baik orang yang berbuat kesalahan adalah yang bertobat” (HR. At-Tirmidzi).

Namun, tobat tersebut tidak bisa dilakukan tanpa menyadari apa kesalahan atau pun dosa yang telah dilakukan. Maka dalam Islam terdapat suatu perbuatan yang dikenal dengan sebutan muhasabah.

Muhasabah adalah salah satu praktek yang sangat dianjurkan dalam ajaran Islam. Muhasabah perlu dijadikan sebagai kewajiban dalam diri seseorang karena memberi banyak kebaikan dalam kehidupan di dunia dan di akhirat. Muhasabah merupakan proses penting dalam Islam yang digunakan sebagai alat untuk mengevaluasi dan merefleksikan tindakan yang telah dilakukan, dengan tujuan untuk memperbaiki diri agar menjadi pribadi yang lebih baik.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), muhasabah adalah bahasa Arab dari intropeksi. Artinya, peninjauan atau koreksi terhadap (perbuatan, sikap, kelemahan, dan sebagainya) diri sendiri. Sementara itu, menurut Kyai Ahmad Warson Munawir dalam Al-Munawir Kamus Arab-Indonesia, muhasabah adalah perhitungan atau introspeksi.

Perintah muhasabah

Islam telah mengatur berbagai hal dalam kehidupan manusia, bahkan untuk hal terkecil sekalipun. Begitu pula dengan muhasabah ini, Allah telah memerintahkan manusia untuk melakukan muhasabah tidak hanya ketika dia melakukan suatu kesalahan dan dosa. Namun, untuk segala hal yang pernah dilakukannya.

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍۚ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ خَبِيْرٌ ۢبِمَا تَعْمَلُوْنَ (18) وَلَا تَكُوْنُوْا كَالَّذِيْنَ نَسُوا اللّٰهَ فَاَنْسٰىهُمْ اَنْفُسَهُمْۗ اُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْفٰسِقُوْنَ (19)

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan.

Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, sehingga Allah menjadikan mereka lupa akan diri sendiri. Mereka itulah orang-orang fasik.” (QS. Al-Ḥasyr [59]: 18-19)

Imam as-Sa’di mengomentari ayat ini dengan mengatakan, “Ayat yang mulia ini adalah pokok dalam memeriksa diri sendiri seorang hamba dan ia harus memeriksa dirinya sendiri. Jika ia melihat kesalahan, maka ia harus mengatasinya dengan meninggalkannya, bertobat dengan sungguh-sungguh, dan menjauh dari segala sebab yang mengarah kepadanya.

Jika ia merasa dirinya kurang dalam suatu urusan dari perintah-perintah Allah, maka ia harus berusaha sekuat tenaga dan meminta pertolongan kepada Allah untuk melengkapinya, menyempurnakannya, dan menguasainya. Ia harus membandingkan antara nikmat Allah padanya dan kebaikan-Nya dengan kekurangannya. Hal ini akan mendorongnya untuk merasa malu tanpa pengecualian.” (Tafsir as-Sa’di)

Selaras dengan apa yang dimaksud oleh Imam as-Sa’di, Imam Ibnu Katsir mengatakan, “Hitunglah diri kalian sebelum kalian dihitung, dan perhatikanlah apa yang kalian tabung untuk diri kalian berupa amal shalih untuk hari kalian dikembalikan, yaitu kalian dihadapkan kepada Tuhan kalian (dan bertakwalah kepada Allah) penegasan yang kedua (sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan) yaitu, ketahuilah bahwa Allah mengetahui semua amal dan keadaan kalian, tidak ada sesuatu pun dari kalian yang tersembunyi dari-Nya dan tidak ada sesuatu pun dari urusan mereka baik yang besar maupun yang kecil yang luput dari-Nya.” (Tafsir Ibnu Katsir)

Inti dari penafsiran dua ulama tersebut ialah Muhasabah merupakan proses yang harus dilakukan oleh setiap manusia terkhusus mereka orang-orang Islam. Karena dengan ber muhasabah seseorang akan menyadari kekurangan dan kesalahan dari apa yang telah dia lakukan.

Dalam beramal misalnya, ketika seseorang beramal lalu ber muhasabah maka ia bisa melihat bagaimana progres dari amalan-amalan yang ia lakukan selama ini. Apakah ibadah yang ia lakukan bertambah atau malah berkurang dari sebelumnya.

Dengan muhasabah tersebut seseorang akan menyadari bagaimana dan seperti apa kehidupan yang telah dia lalui selama ini. Bahkan Allah menyebutkan bahwa orang yang bertawakal adalah orang yang ketika dihantui untuk berbuat kejahatan dan perbuatan dosa dari setan ia akan kembali mengingat Allah serta menyadari kesalahan-kesalahannya.

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman

اِنَّ الَّذِيْنَ اتَّقَوْا اِذَا مَسَّهُمْ طٰۤىِٕفٌ مِّنَ الشَّيْطٰنِ تَذَكَّرُوْا فَاِذَا هُمْ مُّبْصِرُوْنَۚ

Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa apabila mereka dibayang-bayangi pikiran jahat (berbuat dosa) dari setan, mereka pun segera ingat kepada Allah, maka ketika itu juga mereka melihat (kesalahan-kesalahannya).” (QS. Al-A’raf [7]: 201)

Syeikh Wahbah az-Zuhaili dalam menafsirkan ayat ini dia berkata, “Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa kepada Tuhannya, serta takut atas hukuman-Nya, menaati perintah dan meninggalkan larangan-Nya, jika mereka ditimpa was-was dari syaitan, mereka ingat kepada hukuman dan pahala Allah, maka ketika itu juga mereka melihat kebenaran berupa kesalahan-kesalahannya, sehingga mereka kembali dari kerusakan menuju kebenaran”.

Imam as-Sa’di menyebutkan dalam ayat ini Allah menyebutkan ciri dari orang yang bertakwa kepada-Nya adalah mereka yang ber muhasabah. Beliau mengatakan, “Orang yang bertakwa jika dia merasakan dosa, dengan melakukan yang haram atau meninggalkan yang wajib, maka dia segera sadar dari mana setan datang dan dari pintu mana setan masuk kepadanya, dia menyadari apa yang diwajibkan Allah atasnya dan apa yang menjadi tuntutan iman, maka dia memohon ampun kepada Allah dia menambal apa yang terlewatkan dengan tobat nasuha dan kebaikan yang banyak, maka dia berhasil mengusir setannya dengan hina dina dan memorak-porandakan apa yang setan dapatkan darinya.”

Rasulullah bersabda

الكَيِّسُ مَنْ دَانَ نَفْسَهُ وَعَمِلَ لِمَا بَعْدَ المَوْتِ، وَالعَاجِزُ مَنْ أَتْبَعَ نَفْسَهُ هَوَاهَا وَتَمَنَّى عَلَى اللَّهِ

Artinya: “Orang yang cerdas adalah orang yang menilai dirinya sendiri dan melakukan amal untuk kehidupan setelah kematian, sedangkan orang yang lemah adalah mereka yang mengikuti hawa nafsunya dan selalu berangan-angan (kosong) atas Allah.” [HR. Tirmizi]

Imam at-Tirmizi mengatakan, “Makna sabda nabi ‘Orang yang mempersiapkan diri’ adalah orang yang selalu mengoreksi dirinya pada waktu di dunia sebelum dihisab pada hari kiamat.

Dalam hadits lainnya yang diriwatkan oleh imam At-Tirmizi Dari Umar bin Khattab

حَاسِبُوا أَنْفُسَكُمْ قَبْلَ أَنْ تُحَاسَبُوا، وَتَزَيَّنُوا لِلْعَرْضِ الأَكْبَرِ، وَإِنَّمَا يَخِفُّ الحِسَابُ يَوْمَ القِيَامَةِ عَلَى مَنْ حَاسَبَ نَفْسَهُ فِي الدُّنْيَا

Artinya: “Hisablah diri kalian sebelum kalian dihisab dan persiapkanlah untuk hari semua dihadapkan (kepada Rabb yang Maha Agung), hisab (perhitungan) akan ringan pada hari kiamat bagi orang yang selalu menghisab dirinya ketika di dunia.” [HR. Tirmizi]

Macam-macam Muhasabah

Imam Ibnu Qayyim rahimahullah dalam bukunya Ighatsatul Lahfan membagi muhasabah menjadi dua jenis. Yaitu muhasabah sebelum beramal dan muhasabah setelah beramal. Berikut penjelasannya;

1. Muhasabah sebelum melakukkan

Dia harus berhenti sejenak dan mempertimbangkan hasrat dan keinginannya yang pertama, dan tidak boleh melakukan tindakan sampai keunggulannya dalam meninggalkannya menjadi jelas baginya.

Jika diri merasa termotivasi untuk melakukan suatu tindakan, maka hamba harus mempertimbangkan hasratnya terhadap tindakan tersebut

Pertama, Apakah pekerjaan tersebut mungkin dan mampu untuk dilakukan?

Kedua, Apakah melakukannya lebih baik daripada meninggalkannya?

Ketiga, Apakah keinginannya untuk melakukan perbuatan tersebut untuk mencar ridha Allah dan memperoleh pahalanya, ataukah oleh keinginan untuk mencari popularitas, pujian, atau keuntungan materi dari makhluk?

Keempat, apakah dia memiliki rekan yang membantunya dan mendukungnya jika pekerjaan tersebut membutuhkannya atau tidak?

2. Muhasabah setelah melakukan

Muhasabah yang kedua ini terbagi kembali menjadi 3 macam;

Pertama, mengintropeksikan diri terhadap amaln yang dilakukan tersebut, apakah ia melakukannya sesuai dengan ketentuan dan keinginan Allah?

Kedua, Introspeksi diri terhadap setiap perbuatan yang mana meninggalkannya adalah lebih baik dari melakukannya.

Ketiga, Introspeksi diri tentang perkara yang mubah atau yang sudah menjadi kebiasaan, mengapa mesti ia lakukan? Apakah individu tersebut mengharapkan keridhaan Allah dan kehidupan setelah kematian, sehingga dapat meraih kesuksesan, ataukah ia hanya menginginkan kenikmatan dunia yang sementara? Sehingga ia pun merugi dan tidak mendapat keberuntungan.

Kesimpulan

Berikut kesimpulan dari tulisan yang telah dipaparkan di atas.

  1. Muhasabah merupakan sebuat perbuatan yang diperintahkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala.
  2. Muhasabah memiliki manfaat di dunia dan di akhirat kelak.
  3. Dengan muhasabah seseorang akan menyadari bagaimana dan seperti apa kehidupan yang telah dia lalui selama ini.
  4. Muhasabah terdiri dari dua macam; Muhasabah sebelum beramal dan muhasabah setelah beramal.

Ikuti semua program donasi dari DS Peduli Pondok Pesantren Darusy Syahadah dengan klik disini.

Also Read

Bagikan:

Tags

Leave a Comment